Fungsi Akta Perjanjian Kawin Terhadap Pihak Ketiga dalam Proses Perdata Menurut Hukum Pembuktian

Ely Baharini

Abstract


In the establishment of a marriage or to make the Prenuptial Agreement, the provisions of the legislation governing this matter are required, and to guarantee and provide legal certainty to the parties who will make the Prenuptial Agreement. The Prenuptial Agreement can be made in authentic deed which is made before a Notary and/or made in underhand agreement. There are many problems in society related to wealth in marriage, between husband and wife, even though they have made the Prenuptial Agreement. In connection with this, the formulation of the problem that will be examined is how the functions of the Prenuptial Agreement deed in the civil proceedings according to the procedural law on evidence. The research used in this writing is the qualitative research using normative juridical methods, namely reviewing the extent to which the laws and regulations in Indonesia governing the Prenuptial Agreement are associated with problems in practice. Data is collected through literature studies, namely by finding, collecting and reviewing secondary data. The approach used is a conceptual approach, which is an approach used by reading theories to be used, related journals, legal books and views and doctrines to examine the problem being studied, in addition to the statutory approach which is an approach by analyzing laws and all related rules related to the problem being studied.  Based on the research, it can be concluded that the function of the Prenuptial Agreement deed against the third parties in civil proceedings according to the procedural law on evidence is as an authentic evidence tool. It is said to be an authentic deed interpreted to provide a full evidentiary force, so it does not require any kind of additional evidence. The Prenuptial Agreement Deed which made before the Notary is authentic evidence because it is made by or before the authorized officer for that, by fulfilling the conditions specified in the law. As authentic evidence, the deed is a binding evidence, so every words written in the deed must be trusted by the judge, must be considered that is true as long as the untruth cannot be proven.

Bahasa Indonesia Abstrak: Dalam melangsungkan suatu perkawinan maupun untuk membuat Perjanjian Kawin diperlukan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut dan untuk menjamin serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang akan membuat Perjanjian Kawin. Perjanjian Kawin dapat dibuat dengan akta otentik di hadapan Notaris dan/atau dibuat dengan akta di bawah tangan. Banyaknya persoalan di masyarakat terkait harta kekayaan dalam perkawinan, di antara suami isteri, walaupun mereka telah membuat Perjanjian Kawin. Sehubungan dengan hal tersebut maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana fungsi akta Perjanjian Kawin dalam proses acara perdata menurut hukum pembuktian. Penelitian yang digunakan di dalam penulisan ini adalah menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode yuridis normatif, yaitu mengkaji sejauh mana peraturan perundang-undangan di Indonesia mengatur Perjanjian Kawin dikaitkan dengan permasalahan yang ada di dalam praktik. Cara perolehan data yang digunakan dengan studi kepustakaan, yaitu dengan mencari, mengumpulkan dan mengkaji data sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu pendekatan yang digunakan dengan membaca teori-teori yang akan dipakai, jurnal-jurnal terkait, buku hukum serta pandangan dan doktrin untuk mengkaji permasalahan yang sedang diteliti, selain itu juga dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu pendekatan dengan menganalisis undang-undang dan segala aturan terkait yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa fungsi akta Perjanjian Kawin terhadap pihak ketiga dalam proses perdata menurut hukum pembuktian adalah sebagai alat bukti otentik. Dikatakan sebagai akta otentik diartikan memberikan suatu bukti yang sempurna sehingga tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian lagi. Akta Perjanjian Kawin yang dibuat dihadapan Notaris merupakan alat bukti yang otentik karena dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang. Sebagai alat bukti yang otentik maka akta tersebut merupakan alat bukti yang mengikat, apa yang ditulis dalam akta itu harus dipercayai oleh hakim, harus dianggap benar adanya selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan.

Keywords


Prenuptial Agreement Deed; Third Party; Authentic Evidence; Akta Perjanjian Kawin; Pihak Ketiga; Alat Bukti Otentik



DOI: http://dx.doi.org/10.19166/nj.v2i1.5155

Full Text:

PDF

References


Legislative Regulations/Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6401.

Books/Buku

Amin, S. M. Hukum Acara pengadilan Negeri. Cetakan keempat. Jakarta: Pradya Pranata, 1981.

Budiardjo, Mariam. Masalah Kenegaraan. Jakarta: Gramedia, 1980.

Cleary, Edward W. McCormick’s Handsbook of the Law of Evidence. St Paul Minn: West Publishing Co, 1972.

Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Hartanto, J. Andy. Hukum Harta Kekayaan Perkawinan. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2017.

Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan Karya Tulis). Bandung: Alumni, 2002.

Marjuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Prenadamedia Group, 2005.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 2009.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Alumni, 2015.

Prawirohamidjojo, Soetojo dan Azis Safioedin. Hukum Orang dan Keluarga. Bandung: Alumni, 1986.

Samudera, Teguh. Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata. Bandung: Alumni, 1992.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 1982.

Sutantio, Retnowulan. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Alumni, 1985.

Sutianto, Ny Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Alumni, 1983.

Syahrani, Ridwan. Materi Dasar Hukum Acara Perdata. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004.

Wahjono, Padmo. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

Scientific Papers/Makalah Ilmiah

Hernoko, Agus Yudha. “Quo Vadis Perlindungan Hukum Bagi Pihak Ketiga Dalam Perjanjian Perkawinan.” Seminar Problematika Perjanjian Kawin Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 69/PUU-XIII/2015, Ikatan Mahasiswa Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 5 Desember 2016.

Tedjosaputro, Liliana. “Perjanjian Kawin Ditinjau dari Hukum Positif di Indonesia.” Seminar Perlindungan hukum bagi Pihak Ketiga Pasca Putusan MK 69/PUU/XIII/2015, Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia, Semarang, 19 Desember 2016.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2022 Ely Baharini

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

Flag Counter