Efektifitas Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dalam Rangka Mencegah Kepailitan (Studi Kasus PKPU PT Asmin Koalindo Tuhup di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

Teukoe Harmanshah Simon Boerhan Ali

Abstract


Dalam penyelenggaraan korporasi kerap ditemui kesulitan yang terjadi pada saat harus menunaikan kewajiban dalam jual beli baik barang maupun jasa. Sehubungan itu, sejak tahun 1906 melalui Faillissements-verorderning Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348, Indonesia telah mengenal konsep Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Tulisan ini membahas mengenai efektivitas PKPU dalam mencegah kepailitan, dengan studi kasus PKPU PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.  PT AKT sebagai perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Selatan mengajukan PKPU karena terbelit utang yang jumlahnya cukup fantastis, yakni mencapai Rp25 triliun karena mengalami dampak penurunan harga batu bara dan berkurangnya pembelian dari Tiongkok. Sehubungan dengan itu, PT AKT mengajukan PKPU secara sukarela di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk mencegah kepailitan dengan harapan PT AKT tetap dapat melakukan going concern. Kita akan melihat efektifitas PKPU sebagai langkah hukum yang diajukan oleh PT AKT untuk mewujudkan restrukturisasi dan mencegah terjadinya kepailitan. 




DOI: http://dx.doi.org/10.19166/lr.v17i3.788

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2018 Teukoe Harmanshah Simon Boerhan Ali

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.