Baptis Ulang: Sebuah Tinjauan Berdasarkan Esensi dan Makna Baptisan Serta Implikasinya Terhadap Cara Baptisan

Samenvatting

Pertanyaan mengenai cara baptisan merupakan salah satu isu utama yang telah dikaji dan diperdebatkan selama kurun waktu yang sangat panjang di dalam sejarah gereja tetapi sampai saat ini belum pernah menghasilkan sebuah kesepakatan atau formulasi yang berlaku universal. Beberapa denominasi gereja bahkan berani menjadikan isu ini sebagai dasar untuk penerimaan seseorang ke dalam keanggotaan gereja dan mempraktikkan pembaptisan ulang bagi calon anggota yang sebelumnya tidak dibaptiskan menurut cara yang dianggap valid/alkitabiah, dalam hal ini cara selam selain dua cara lainnya di antara ketiga cara yang secara umum diterima di kalangan gereja-gereja Reformed, yaitu cara percik (sprinkle) dan tuang/curah (pouring).  Masalah ini juga dialami oleh beberapa mahasiswa di dalam institusi di mana penulis mengajar. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang sesungguhnya menentukan valilditas baptisan. Penulis berusaha menjawabnya dengan memaparkan sebuah rangkuman singkat mengenai esensi dan makna baptisan menurut perspektif teologi Reformed. Pemahaman terhadap esensi dan makna baptisan sebagai sakramen seharusnya menyadarkan kita bahwa validitas baptisan tidak ditentukan oleh penerapan salah satu cara/metode baptisan di dalam pelaksanaannya karena baptisan bukan sekadar simbol atau upacara yang bersifat eksternal, melainkan merupakan sebuah tanda dan meterai dari perjanjian anugerah Allah yang tersedia di dalam Kristus bagi mereka yang percaya, yang mengalami karya kelahiran baru dan penyucian dari Roh Kudus untuk dipersatukan dengan Kristus dan jemaat-Nya di dalam gereja yang kelihatan. Dengan demikian gereja-gereja tidak seharusnya memaksakan satu metode/cara tertentu untuk baptisan di antara ketiga cara baptisan yang ada, di dalam usahanya untuk setia kepada perintah Allah dan Firman-Nya.

The question concerning the mode of baptism has become one of the main issues that has been examined and debated for a considerable amount of time in the history of the church and yet has never reached an unanimous and universal understanding or formulation. Some church denominations even went so far as to make this issue to become the basis for admittance into their church membership and for practicing re-baptizing for those who have previously been baptized not by way of immersion, which they consider to be the only valid and biblical mode of baptism among 2 other modes of baptism generally accepted in the Reformed churches, i.e. sprinkling and pouring. This was the experience of some of the students in the institution where the writer taught. It has prompted a legitimate question of what truly determines the validity of baptism. In order to answer this question, the writer has attempted to present a brief summary of the essence and meaning of baptism from the perspective of Reformed Theology. This understanding should make us aware that the validity of baptism is not determined by the administration of a certain mode of baptism since baptism is not merely a symbol or an external rite. Instead, it is a sign and seal of God’s covenant of grace secured in Christ for those who believe, who experiences the regenerating and sanctifying work of the Holy Spirit to be united to Christ and His church in the visible church. Thus, churches should no longer insist on one mode of baptism (especially immersion) among the three modes of baptism as the only valid or biblical mode in its legitimate attempt to be faithful to God and His Word.