Perubahan Makna Ragam Hias Batak dalam Gereja-gereja di Sumatera Utara

Christianto Roesli

Abstract


Manusia sebagai mahluk yang dinamis yang memiliki cipta, rasa dan karsa dalam kehidupannya. Sehubungan dengan itu, manusia senantiasa berupaya berinteraksi dengan menggunakan alam lingkungan sebagai salah satu sumber untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Dari interaksi inilah munculnya kebudayaan dalam masyarakat yang dapat dilihat dan dihasilkannya benda-benda budaya seperti peralatan makan, rumah tinggal dan ragam hias atau ornamen. Di Indonesia dengan beragam suku bangsa terdapat banyak sekali ragam hias yang telah membudaya selama berabad-abad. Setiap suku memiliki kebudayaan, tradisi, dan adat istiadat yang berbeda-beda. Sumatera Utara yang merupakan daerah di Indonesia yang memiliki banyak etnis suku di wilayahnya salah satunya suku Batak. Etnis Batak dikenal dengan keaneka ragaman keterampilan sebagai suatu media ungkapan ide masyarakat Batak Toba yang diwujudkan dalam bentuk visual. Bentuk visual inilah yang berperan dalam pengembangan kebudayaan serta mengkomunikasikan nilai-nilai kepercayaan dan adat istiadat masyarakat Batak. Salah satu media ungkapan makna yang berkembang di Indonesia adalah ragam hias. Ragam hias pada rumah adat Batak Toba sering disebut dengan istilah Gorga. Gorga ini juga merupakan suatu pesan hasrat dan nasehat yang bersumber dari pengetahuan, harapan, buah pikiran, sikap perilaku, dan keindahan yang hendak dikomunikasikan. Ragam hias Gorga pada rumah adat Batak Toba saat ini mengalami proses akulturasi sehingga mulai banyak diterapkan pada bangunan modern dan rumah ibadah. Rumah ibadah sebagai simbol hubungan dengan pencipta membutuhkan ornamen untuk membawa makna-makna yang tersirat. Perubahan makna pemahaman ragam hias tradisi Batak Toba mengalami pergeseran yang konstruktif terhadap pemahaman tradisi gereja. Hal tersebut senantiasa memberikan gairah, semangat, serta kesempatan untuk melestarikan serta mengembangkan kearifan lokal dan nilai-nilai yang dimiliki kebudayaan masyarakat Batak Toba ke dalam kehidupan masyarakat modern dengan semakin kreatif dan inovatif.


References


De Boer, D. (1920). Het Toba-Botasche Huis. Batavia: G. Kolff& Co.

Dr. Daulat Saragi, M. H. (2009). Mengungkap Nilai Pedagogis dan Nilai Estetika yang terkandung dalam Makna Motif ornamen Tradisonal Rumah Adat Batak Toba. Medan: Universitas Negeri Medan.

Frondizi, R. (1963). What is value. LaSalle, Illinois: Open court Publishing Company.

Kartika, S. D. (2007). Esteika, Rekayasa Sains. Bandung.

KWI, K. L. (1995). De Liturgia Romana et Inculturatione. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan penerangan KWI.

Mangunwijaya, Y. (1988). Wastu Citra. Jakarta: Gramedia.

Meyer, S. F. (1957). Handbook of ornaments. New York: Dover Publications Inc.

Sarumpaet. JP, M. (1994). Kamus Batak-Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Siahaan, N. (1964). Sejarah Kebudayaan Batak, suatu studi tentang suku Batak. Medan: CV.

Napitupulu & Sons.

Sibeth, A. (1991). the Batak ; People of the Island of Sumatra. London: Thames an Hudson Ltd.

Simamora, T. (1997). Rumah Batak, Usaha Inkulturatif. Pematang Siantar.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Template Makalah Seminar Nasional Desain Sosial (SNDS) 2021

Kunjungi snds.uph.edu untuk informasi lebih lengkap.