PERLINDUNGAN HUKUM DAN KEPASTIAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT YANG PROSES PENGANGKATANNYA MELALUI AKTA NOTARIS DI LUAR SISTEM PENGANGKATAN ANAK ANGKAT/ADOPSI YANG AKTANYA WAJIB DIBUAT DENGAN AKTA NOTARIS (STB.1917 NO 129)

Ruth Tria Enjelina Girsang

Abstract


Sumber Hukum Pengangkatan Anak di Indonesia adalah Staatsblad 1917 Nomor 129, di dalam Staatsblad 1917 nomor 129 dinyatakan bahwa pengangkatan anak melalui Notaris, kemudian setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak disebutkan bahwa pengangkatan anak menggunakan Putusan Pengadilan,terdapat penafsiran yang berbeda tentang kewenangan Notaris dalam membuat Akta Pengangkatan Anak. Masalah yang terjadi adalah Pengangkatan anak hanya dilakukan melalui Akta Notaris, tanpa dilanjutkan di Pengadilan. Berdasarkan tersebut penulis merumuskan masalah kewenangan Notaris dalam membuat Akta Pengangkatan Anak, Perlindungan Hukum dan Kepastian Hukum dari status akta pengangkatan anak yang dibuat oleh Notaris, dan apakah Akta tersebut sah atau tidak menurut Hukum.  Hasil penelitian yang dilakukan penulis adalah Notaris mempunyai kewenangan dalam membuat Akta Pengangkatan Anak berdasarkan Staatsblad, namun setelah adanya Peraturan Pemerintah 54 tahun 2007 notaris memang tetap dibolehkan membuat Akta Pengangkatan Anak, namun akta tersebut hanya dapat dijadikan alat bukti untuk pengajuan di Pengadilan. Perlindungan Hukum preventif yang dilakukan adalah pengangkatan anak dilakukan dengan itikad baik dan melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sedangkan Perlindungan Hukum Refresif mencegah adanya konflik terkait status akta yang dibuat sebelum adanya Peraturan Pemerintah 54 tahun 2007, akta tersebut tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah tersebut. Akta Pengangkatan Anak yang dibuat oleh Notaris hanya sah sebagai perjanjian sesuai dengan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, namun akta tersebut tidak dapat memindahkan hak dan kewajiban orang tua kandung ke orang tua angkat, jika tidak dilakukan berdasarkan Putusan Pengadilan. Pengangkatan anak yang tidak dilakukan berdasarkan Putusan Pengadilan, dapat menyebabkan batal demi hukum.



DOI: http://dx.doi.org/10.19166/lr.v17i3.844

Full Text:

PDF

References


Surawan Martinus, 2008, Kamus kata serapan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, 1991, Hukum Orang dan keluarga (personen en Familie-Recht), surabaya airlangga University Press.

R. Soeroso, 2007, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta.

Mathias Klatt, 2008, Making the Law Ecplicit: The Normativity of Legal Argumnetation, Hart Publishing, Oxford and Portland Oregon.

Jhony Ibrahim, 2007, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya.

Yunasril Ali, 2009. Dasar-Dasar ILmu Hukum, Sinar Grafika : Jakarta.

UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek).

Staatsblad 1917 Nomor 129

Undang-Undang tentang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974

Undang-undang Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, UU No. 62 Tahun 1958, LN No.113 Tahun 1958, TLN No. 1647, Pasal 2.

Undang-undang tentang Kesejahteraan Anak, UU No. 4 Tahun 1979, LN No. 32 Tahun 1979, TLN No. 3143, Pasal 12

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2018 Law Review

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.