Wacana Relasi Kuasa Foucault dalam Bingkai Profesi Public Relations Perempuan di Indonesia [Foucault's Power Relations Narrative in the Framing of Women Public Relations Professions in Indonesia]

Marsefio Sevyone Luhukay

Abstract


There is a premise in public space that Public Relations (PR) profession exclusively ‘belongs’ to women, yet at the same time, this premise acts as a constraint for women. The Glass Ceiling theory suggests that there is a power relations idea constructed in people’s minds in Indonesia and even around the world that supports the premise. Strategic positions such as Corporate Communications are dominated by men whereas women only have a bigger chance as subordinates. This indicates a patriarchal system and that men are the hegemon in Corporate Communications and women can only hold the PR professions. Moreover, women have a challenging time getting to top-level management. This leads to a question, asking what kind of knowledge the PR corporations live by that preserves the previous premise. From the literature study, the research finds that women are perceived to be more suitable for certain professions, such as pers, journalism, and media relations, and even serve as the ‘face’ for their institutions, without bringing big concepts. Foucault’s idea on the obligation for women to be presentable seems to be relevant here. Women’s looks are the main consideration for companies’ hiring decisions. Men, on the other hand, are comfortably put in Corporate Communications positions. This must be deconstructed. Women must have strategies for bigger opportunities in their institutions, broaden their horizons, and improve their capabilities. This is aligned with the theory from Cutlip et. Al that it is imperative to continuously develop Skills, Knowledge, Abilities, and Qualities.


Bahasa indonesia Abstract: Dalam ruang ruang publik, pertarungan wacana yang menyebutkan bahwa profesi Public Relations (PR) adalah profesi “milik” perempuan sekaligus profesi PR adalah profesi yang menjadi justru merupakan hambatan bagi praktisi PR perempuan menurut Glass Ceiling Theory, menunjukkan bahwa ada relasi kuasa yang terbangun dalam pemikiran dan pengetahuan yang sudah berlangsung bertahun-tahun dalam profesi PR di Indonesia, bahkan di dunia. Relasi kuasa yang terjadi di ruang publik bahwa posisi penting PR atau Corporate Communications adalah milik laki-laki masih menjadi pernyataan yang terus ada sampai saat ini, sedangkan perempuan dianggap sebagai subordinat semata. Artinya, dominasi, patriarki dan hegemoni laki-laki masih kental dalam profesi PR, maupun Corporate Commmunications, jika berbicara mengenai wacana kuasa sebagai pemimpin dalam organisasi. Sedangkan perempuan dipandang subordinat yang masih memiliki keterbatasan untuk menjadi PR setingkat manajemen papan atas. Namun, jika kembali melihat pernyataan bahwa pengetahuan apa yang dilestarikan oleh perusahaan di Indonesia sehingga praktisi PR dipersepsikan sebagai profesi khusus bagi perempuan? Dari studi literatur yang dilakukan, ditemukan bahwa PR masih dipandang sebagai profesi teknisi komunikasi (communication technician) yang lebih banyak dititikberatkan pada aktivitas media relations semata, di mana menjalin relasi atau hubungan baik dengan pers, wartawan, hingga menjalin relasi, menjadi “wajah” bagi organisasi dan bukan konsep “besar” seperti pemikiran strategis dan eksekusi program. Sehingga, wacana relasi kuasa Foucault terlihat di sini bahwa praktisi PR haruslah tampil cantik dan elegan masih mengemuka di masyarakat dan menjadi poin pertimbangan ketika akan mencari pekerjaan yang “terlihat” lebih menjanjikan bagi perempuan. Sementara posisi yang lebih strategis adalah wilayah laki-laki. Ketika menempati posisi manajemen papan atas, posisi PR dan Corporate Communications kebanyakan dipercayakan pada laki-laki. Oleh karena itu, praktisi PR perempuan perlu untuk lebih mengedepankan aktivitas yang strategis, memiliki pandangan yang cemerlang dan kemampuan yang setara dengan laki-laki dalam menjalankan profesinya sehari-hari. Termasuk yang dikatakan oleh Cutlip, et al, bahwa praktisi PR perlu terus mengasah Skill, Knowledge, Abilities, and Qualities.


Keywords


Glass Ceiling Theory; Relasi Kuasa Foucault; Foucault's Power Relations; Public Relations; Perempuan; Women



DOI: http://dx.doi.org/10.19166/verity.v14i28.6571

References


Buku

Bertens, K. (2006). Filsafat Barat Abad XX Jilid II. Jakarta: Gramedia

Fakih, M. (2002). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Grunig, L. A., Toth, E. L., & Hon, L. C. (2001). Women in Public Relations: How Gender Influences Practice. New York: Guiloford Press

Kriyantono, R. (2012). Etika dan Filsafat Komunikasi. Malang: UB Press

Yulianita, N. (2003). Dasar-dasar Public Relations. Bandung: P2U LPPM- Unisba

Zed, M. (2008). Metode penelitian kepustakaan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Bab dalam Buku

Foucault, M. (2005). The Order of Things: An archaeology of the human sciences. This edition published in the Taylor and Francis e-Library

Hon, L. C. (1992). Women in Public Relations Problems and Opportunities. In J. E. (Editor), Excellence in Public Relations and Communication. Hilsdale, New Jersy: Lawrence Erlbaum

Artikel Jurnal

Damayanti, N. & Saputro, D. H. (2017). Profesi Public Relationsi di Indonesia dalam Kajian Gender. Wacana: Jurnal Ilmiah Komunikasi, 16(1), 27-42. https://doi.org/10.32509/wacana.v16i1.13

Dhona, H. R. (2019). Analisis Wacana Foucault dalam Studi. Journal Communication Spectrum, 9(2), 189-208. http://dx.doi.org/10.36782/jcs.v9i1.2026

Drianus, O. (2019). HEGEMONIC MASCULINITY: Wacana Relasi Gender dalam Tinjauan Psikologi Sosial. Psychosophia: Journal of Psychology, Religion, and Humanity, 1(1), 36-50. https://doi.org/10.32923/psc.v1i1.867

Dwifatma, Andina, Oposisi Biner Representasi Perempuan dan Laki-Laki dalam Webseries Istri Paruh Waktu di Youtube. Wacana: Jurnal Ilmiah Komunikasi, 17(2), 217-224. https://doi.org/10.32509/wacana.v17i2.647

Saputro, D. H. & Candrasari, S. (2018). Isu Gender dalam Profesi Public Relations di Indonesia. Communicology: Jurnal Ilmu Komunikasi, 6(1), 77-102. https://doi.org/10.21009/Communicology.06.05

Stone, R. W. (2001). The Use and Abuse of Game Theory in International Relations: The Theory of Moves. The Journal of Conflict Resolution, 45(2), 216-244. https://www.jstor.org/stable/3176277

Tsetsura, K. (2014). Constructing Public Relations as a Women Profession in Russia. International Journal of Public Relations, 4(8), 85-110. http://dx.doi.org/10.5783/RIRP-8-2014-06-85-110

Tesis dan Disertasi

Simoramgkir, D. N. (2009). The Feminization of Public Relations in Indonesia. TU Ilmenau: Ph.D. Dissertation

Diseminasi Konferensi dan Bunga Rampai

Marhumah. (2010). Konstruksi Gender dan Hegemoni Kekuasaan (Melacak Peran Perempuan pada Pendidikan Pesantren). In: Antologi Pendidikan Islam (Bunga Rampai), 1(1), 185-206. Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. ISBN: 9786028869065

Rea. (2002). The Feminisation of Public Relations: What’s in It for the Girls. Australian and New Zealand Communication Asociation Conference. Gold Coast Queensland: Bond University


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2023 Marsefio Sevyone Luhukay

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

favicon Department of International Relations | Faculty of Political and Social Science | Universitas Pelita Harapan | Indonesia | +62 21 546 0901 |  verity@uph.edu