ANALISIS KADAR AIR, KADAR SERAT, DAN RENDEMEN TEPUNG SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE PENGERINGAN [ANALYSIS OF WATER CONTENT, FIBRE CONTENT, AND YIELD OF CASSAVA FLOUR WITH SEVERAL TYPES OF DRYING METHOD]

Lucia C. Soedirga, Melanie Cornelia, Vania Vania

Abstract


Cassava is one of the carbohydrate sources, after rice and maize in Indonesia. However, the cassava has higher water content so that its quality will decrease during the storage period. One of the processing that can be done is throughout the flouring process of cassava. Wheat flour imports are increasing from year to year, so this cassava flour can be used as an indigenous food resource to replace the usage of wheat flour. Besides, the wheat flour itself also contains gluten therefore it cannot be consumed by people with gluten intolerance, moreover, processing cassava into flour can be an alternative for the usage of wheat flour. This study aims to determine the best drying method to produce cassava flour with the highest fibre content. The drying method used was cabinet dryer (60 ° for 4, 6, 8 hours), oven (60 ° for 8, 16, 24 hours), and microwave oven (170 watts for 16, 18, and 20 minutes). The results showed that drying process by using an oven at 60 °C for 24 hours was the best method to produce cassava flour which has the highest fibre content and rendered content, and lowest water content compared with another drying method.

 

ABSTRAK

Singkong merupakan komoditas bahan pangan sumber karbohidrat ketiga di Indonesia setelah beras dan jagung. Namun singkong memiliki kadar air yang tinggi sehingga kualitasnya akan mengalami penurunan selama masa penyimpanan. Salah satu proses pengolahan yang dapat dilakukan adalah mengolah singkong menjadi tepung. Tepung singkong ini dapat digunakan sebagai sumber daya pangan lokal untuk menggantikan tepung terigu yang terus mengalami peningkatan impor dari tahun ke tahun. Tepung terigu juga mengandung gluten sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh orang dengan intoleransi gluten sehingga pengolahan singkong menjadi tepung dapat menjadi salah satu alternatif dari tepung terigu. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode pengeringan terbaik dari singkong untuk menghasilkan tepung singkong dengan kadar serat yang tertinggi. Metode pengeringan yang digunakan adalah cabinet dryer (60° selama 4, 6, 8 jam), oven (60° selama 8 , 16, 24 jam) , dan microwave oven (170 watt selama 16, 18, dan 20 menit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 60° C selama 24 jam merupakan metode terbaik dalam menghasilkan tepung singkong yang memiliki kadar serat pangan dan rendemen tertinggi, serta kadar air terendah jika dibandingkan dengan metode pengeringan lainnya. 

Kata kunci : singkong, cabinet dryer, oven, microwave oven, kadar serat


Keywords


cassava, cabinet dryer, fiber content, microwave oven, oven

Full Text:

PDF

References


Ardianto, A., dan Wijaya, M. 2018. Perubahan kadar air ubi kayu selama pengeringan menggunankan pengering kabinet.. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian 3:112-116. Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1996. SNI 01-2997-1996: Tepung Singkong. BSN, Jakarta. Benito, I.R., Omar, G.O., dan Carlos, R. 2013. Characterization of dietary fiber and pectin of cassava bread obtained from different regions of Venezuela. Revista Chinela de Nutricion 40 (2): 169-173. Biro Pusat Statistik (BPS). 2015. Produksi Ubi Kayu. Downloaded from http://www.bps.go.id/site/resultTab on 15/09/2018. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 2008. Kegemukan Akibat Kurang Serat. Depkes RI, Jakarta. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI.2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Menkes, Jakarta. Jongaroontaprangsee, S., Tritong, W., Chokanaporn, W., Methacanon, P., Devahastin, S., dan Chiewchan, N. 2007. Effect of drying temperature and particle size on hydration properties of dietary fiber powder from lime and cabbage by-products. International Journal of Food Properties 10: 887-897. Johansson, M. 2012. Dietary fiber composition and sensory analysis of heat treated wheat and rye bran. Uppsala: Swedish University of Agricultural Sciences, Master’s Thesis. Lattimer, J.M. dan Haub, M.D. 2010. Effects of dietary fiber and itscomponents on metabolic health. Nutrients 2 (12): 1266-1289 Lidiasari, Eka., Merynda Indriyani Syafutri., dan Friska Syaiful. 2006. Pengaruh perbedaan suhu pengeringan tepung tapai ubi kayu terhadap mutu fisik dan kimia yang dihasilkan. Palembang. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 8 (2): 141-146. Lisa, M., Lutfi, M., dan Susilo, B. 2015. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepung jamur tiram putih (Plaerotus ostreatus). Jurnal Keteknikan Perntanian Tropis dan Biosistem 3 (3): 270-279. Tharise, N., Julianti, E. dan Nurminah, M. 2014. Evaluation of physic-chemical and functional properties of composite flour from cassava, rice, potato, soybean and xanthan gum as alternative of wheat flour. International Food Research Journal 21 (4): 1641-1649. Trisnawati, W., Suter, K., Suastika, K., dan Putra, N.K. 2014. Pengaruh metode pengeringan terhadap kandungan antioksidan, serat pangan dan komposisi gizi tepung labu kuning. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (4): 135-140. Victor, N., Bekele, M.S., Nteliseng, M., Makotoko, M., Peter, C., dan Asita, A.O. 2013. Microbial and physicochemical characterization of maize and wheat flour from a milling company, Lesotho. Interner Journal of Food Safety 15: 11-19.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2018 Lucia C. Soedirga, Melanie Cornelia, Vania Vania

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

favicon Faculty of Science and Technology | Universitas Pelita Harapan | Lippo Karawaci, Tangerang, Indonesia, 15811 | Tel +62 21 5466057 | Fax +62 21 5461055